Rabu, 03 November 2010

10 Pencuri Kekayaan Negara Terhebat Sedunia

Spoiler for Soeharto:
1967 - 1998 kerugian negara = 15 - 35 miliar $ AS


Jend. Besar TNI Purn. Haji Moehammad Soehartolahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921 – meninggal di Jakarta, 27 Januari 2008 pada umur 86 tahun adalah Presiden Indonesia yang kedua (1967-1998), menggantikan Soekarno.
Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa pendudukan Jepang dan Belanda, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. Setelah Gerakan 30 September, Soeharto menyatakan bahwa PKI adalah pihak yang bertanggung jawab dan memimpin operasi untuk menumpasnya. Operasi ini menewaskan lebih dari 500.000 jiwa.[2]
Soeharto kemudian mengambil alih kekuasaan dari Soekarno, dan resmi menjadi presiden pada tahun 1968. Ia dipilih kembali oleh MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada tahun 1998, masa jabatannya berakhir setelah mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei tahun tersebut, menyusul terjadinya Kerusuhan Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa. Ia merupakan orang Indonesia terlama dalam jabatannya sebagai presiden. Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie.
Peninggalan Soeharto masih diperdebatkan sampai saat ini. Dalam masa kekuasaannya, yang disebut Orde Baru, Soeharto membangun negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi dan infrastruktur. Suharto juga membatasi kebebasan warganegara Indonesia keturunan Tionghoa, menduduki Timor Timur, dan dianggap sebagai rezim paling korupsi sepanjang masa dengan jumlah US$15 milyar sampai US$35 milyar.[3] Usaha untuk mengadili Soeharto gagal karena kesehatannya yang memburuk. Setelah menderita sakit berkepanjangan, ia meninggal karena kegagalan organ multifungsi di Jakarta pada tanggal 27 Januari 2008.


Spoiler for Ferdinand Marcos:
1986 5-10 milliar dollar US

Ferdinand Edralín Marcos (lahir di Sarrat, Ilocos Norte, 11 September 1917 – meninggal di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat, 28 September 1989 pada umur 72 tahun) adalah Presiden kesepuluh Filipina. Ia menjabat dari 30 Desember 1965 hingga 25 Februari 1986.
Marcos lulus dari Universitas Filipina dengan gelar cum laude pada tahun 1939. Ia turut berperang melawan Jepang dalam Perang Dunia II dan memperoleh penghargaan atas jasa-jasanya selama perang. Pada tahun 1954, ia menikah dengan Imelda Romuáldez yang kelak akan membantunya dalam kampanye presidennya. Ia kemudian bergabung dengan Partai Nacionalista, dan bersama dengan calon wakil presidennya Fernando Lopez, ia mengalahkan presiden Diosdado Macapagal dalam pemilu 1965.
Marcos adalah presiden Filipina pertama yang terpilih untuk menjabat selama dua masa bakti berturut-turut secara penuh. Pada tahun 1972, ia mendirikan rezim otoriter yang memperbolehkannya tetap berkuasa hingga rezim tersebut dihapus pada 1981. Ia kemudian dilantik kembali pada tahun yang sama untuk menjabat masa bakti selama enam tahun yang diwarnai pengaturan politik yang tidak baik, masalah kesehatan, serta pelanggaran hak asasi manusia oleh pihak militer dan korupsi yang merajalela dalam pemerintahan.
Pada tahun 1986, ia terpilih untuk keempat kalinya dalam sebuah pemilu yang diduga dipengaruhi kecurangan. Marcos akhirnya diturunkan dari jabatannya sebagai presiden dalam Revolusi EDSA, sebuah revolusi yang damai, pada tahun yang sama.
Bersama dengan istrinya, Imelda, Marcos melarikan diri ke Hawaii. Di sana ia dituduh menggelapkan uang dan ditemukan bersalah. Marcos meninggal dunia di Honolulu, Hawaii pada tahun 1989 akibat penyakit ginjal, jantung, dan paru-paru. Marcos pertama dikebumikan di Hawaii, sejak itu dimakamkan di kuburan besar indah di Kota Batac, provinsi Ilocos Utara.


Spoiler for Mobutu sese Seko:
kerugian negara: 5 milliar dollar US

Nama aslinya adalah Joseph Desire Mobutu. Nama ini kemudian ia ubah sendiri. Makna dari nama barunya adalah: sangat agung. Itu karena ia menganggap dirinya ksatria kukuh yang dikaruniai keterampilan, kecerdikan, dan sanggup memenangkan segala macam pertempuran.
Mobutu lahir di Lisala, Kongo Belgia, sebagai bagian dari suku Ngbandi.
Namun, citra namanya jauh sekali dengan perangainya semasa 30 tahun pemerintahannya. Buktinya, hanya empat tahun setelah bergabung dengan pergerakan nasionalis (1956), ia sudah berani mengkudeta pemerintahan nasionalis Patrice Lumumba, dan menyatakan diri sebagai Kepala Staf Angkatan Bersenjata Kongo.
Pada tahun 1965, Letjen Mobutu lagi-lagi mengkudeta Presiden Kasavubu. Hal ini dilakukan semata-mata karena ia tidak senang ada ketegangan antara Presiden Kasavubu dan Perdana Menteri Moise Tschombe. Mobutu lalu mendeklarasikan diri sebagai penguasa Kongo hingga lima tahun kedepan. Sejak saat itu ia menjadi orang yang paling berkuasa di Kongo hingga dipilih secara resmi pada tahun 1970.
Mobutu Sese Seko, 1973.
Setahun kemudian, Mobutu mengganti nama Kongo menjadi Republik Zaire. Ia lalu melancarkan kampanye anti-Eropa dan gencar mengkampanyekan budaya Afrika. Tak lama setelah itu giliran namanya yang ia ganti. Dari Joseph Desire Mobutu menjadi Mobutu Sese Seko.
Mobutu menasionalisasi semua perusahaan Eropa yang ada di negaranya. Selebihnya ia mengusir semua jenis usaha yang dibangun oleh orang-orang Eropa. Langkah seperti itu tanpa disadarinya menyebabkan ekonomi Zaire turun drastis dan terseok-seok.
Maka dari itu pada tahun 1977 ia ditekan untuk memperbolehkan perusahaan-perusahaan Eropa berbisnis kembali di Zaire. Sadar bahwa pemerintahannya nyaris lumpuh, ia kemudian meminta bantuan Belgia untuk memerangi pemberontak di Provinsi Katanga. Beruntung, Mobutu masih bisa memepertahankan posisinya. Ia terpilih lagi menjadi presiden Republik Zaire.
Sayang, kedudukan yang ia raih justru menempatkannya ke lingkaran kleptokrasi. Ia bekerja sedikit untuk negara namun mengeruk harta negara sebanyak-banyaknya. Pada tahun 1984, kekayaannya ditaksir mencapat empat miliar dollar Amerika Serikat. Uang itu disimpan di Swiss.
Memasuki dekade 1990-an ekonomi Zaire tak kunjung membaik dan sejumlah perlawanan diarahkan kepadanya. Salah satu kelompok anti-Mobutu dari kalangan pemerintahan dipimpin oleh Laurent Monsengwo dan Etienne Tshisekedi.
Perlawanan ini membuat kesehatan Mobutu terganggu. Berkali-kali ia harus menjalani perawatan di Eropa. Di saat terlemah itulah kelompok Tutsi mulai menguasai wilayah timur Zaire. Kelompok Tutsi tak lain adalah oposan lama Mobutu. Perlawanan dilakukan karena Mobutu pernah memberi keleluasaan pada etnis Hutu utnuk melakukan genosida (pembunuhan massal) di Rwanda tahun 1994.
Kelompok Tutsi sendiri sempat terdesak keluar dari Zaire, namun bisa kembali bergerak ke negeri ini. Dari wilayah timur Zaire mereka lalu melakukan serangan ke wilayah barat melalui Kinshasa demi menggulingkan Mobutu. Serangan ini didukung Presiden Rwanda, Paul Kagame.
Tanggal 16 Mei 1997, kelompok pemberontak Tutsi dan kelompok lain anti-Mobutu berkoalisi membentuk Kelompok Pembebasan Demokrasi Kongo-Zaire. Mereka berhasil menguasai Kinshasha. Laurent-Désiré Kabila muncul sebagai presiden baru. Nama Zaire dikembalikan lagi menjadi Kongo atau Republik Demokrasi Kongo. Mobutu mengungsi ke Togo. Setelah itu tinggal di Rabat, Maroko. Pada tahun yang sama (1997) ia meninggal karena penyakit kanker prostat yang merupakan salah satu penyakit yang ia derita.


Spoiler for Sani Abacha:
kerugian negara: 2-5 milliar dollar US

General Sani Abacha (20 September 1943 in Kano – 8 June 1998 in Abuja) was a Nigerian military leader and politician. He was the de facto President of Nigeria from 1993 to 1998.[1] He is noted for being a monumental kleptocrat and a notorious dictator whose regime executed political opponents, notably Ken Saro-Wiwa. The Abacha family is regarded as organised crime by the Swiss authorities.
Spoiler for Slobodan Milosevic:
2000 kerugian negara 1 milliar dollar
US


Slobodan Milošević dengarkan (bantuan·info) (diucapkan [sloˈbodan miˈloʃevitɕ]; Serbia Cyrillic: Слободан Милошевић) (lahir di Požarevac, Yugoslavia, 20 Agustus 1941 – meninggal di Hague, Belanda, 11 Maret 2006 pada umur 64 tahun) adalah Presiden Serbia dan Yugoslavia. Ia menjabat Presiden Serbia pada 1989-1997 dan kemudian menjabat Presiden Republik Federal Yugoslavia pada 1997-2000. Ia juga memimpin Partai Sosialis sejak didirikannya pada 1990. Ia disidang dengan dakwaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukannya di Kosovo. Pada 11 Maret 2006, ia meninggal di sel tahanannya di Den Haag, Belanda.


Spoiler for Jean Claude Duvalier:
1986m kerugian negara 300-800 juta
dollar US


Jean-Claude Duvalier (nama julukan Bébé Doc atau Baby Doc) (lahir 3 Juli 1951) menggantikan ayahnya, François "Papa Doc" Duvalier sebagai diktator Haiti sejak kematian ayahnya pada 1971 hingga digulingkannya oleh pemberontakan rakyat pada 1986. Ia menikah dengan Michèle Bennet.


Spoiler for Alberto Fujimori:
kerugian negara 600 juta dollar US

Alberto Ken'ya Fujimori (アルベルト・ケンヤ・フジモリ Aruberuto Ken'ya Fujimori, lahir di Lima, Peru, 28 Juli 1938; umur 71 tahun) adalah Presiden Peru yang menjabat dari 28 Juli 1990 sampai 17 November 2000. Ia adalah orang ketiga dari keturunan Asia Timur yang menjadi kepala negara sebuah negara Amerika Selatan. Yang pertama adalah Arthur Chung (1970-1980; sebagai Presiden Guyana, Arthur Chung tidak memiliki otoritas eksekutif) di Guyana dan kedua Dr. Henk Chin A Sen (1980-1981) di Suriname.
Popularitasnya sempat menanjak ketika dia mengalahkan gerilyawan Sendero Luminoso (Jalan Bersinar). Pada masa jabatannya, Fujimori juga berhasil mengembalikan kestabilan ekonomi makro setelah masa kepresidenan Alan García dan membawa kedamaian di negara yang sedang kacau. Fujimori juga berhasil membebaskan puluhan orang yang disandera pemberontak Tupac Amaru dalam serangan di kediaman duta besar Jepang di Lima.
Namun, ia juga dikritik sebagai pemimpin yang otoriter. Sebuah skandal korupsi yang melibatkan kepala intelijen Vladimiro Montesinos menenggelamkan popularitas pemerintahannya. Di penghujung tahun 2000, dalam kekacauan skandal dan ketidakstabilan, ia meninggalkan Peru untuk mengikuti pertemuan APEC di Brunei dan kemudian ke Jepang. Dari Jepang, ia mengundurkan diri sebagai presiden dengan faksimili dan surat resmi ke Kedutaan Besar Peru di Tokyo. Dia kemudian ditangkap di Cile dan diekstradisi ke Peru.
Pada Oktober 2005, ia menyatakan akan mengikuti pemilihan presiden Peru 2006 pada bulan April namun saat datang di Chili, ia diamankan oleh otoritas setempat pada 7 November 2005. Fujimori kemudian diekstradisi ke Peru untuk menghadapi dakwaan kriminal pada September 2007.[1]
Pada 7 April 2009, Fujimori dinyatakan terbukti dan divonis 25 tahun penjara atas dakwaan pelanggaran hak asasi manusia karena terlibat pembunuhan dan penculikan yang dilakukan pasukan paramiliter Grupo Colina saat pemerintahannya menghadapi gerilyawan sayap kiri pada tahun 1990-an.[2] Langkah ini adalah pertama kalinya seorang presiden Amerika Latin yang terpilih secara demokratis dinyatakan bersalah atas pelanggaran semacam itu di negaranya sendiri. Atas putusan itu, Fujimori tidak bereaksi selain menyatakan akan mengajukan banding.
Sebuah majelis tiga hakim menyatakan Fujimori terbukti memerintahkan sebuah pasukan pembunuh untuk melakukan dua pembantaian yang menewaskan 25 orang selama ia berkuasa antara tahun 1990-2000 ketika dia menghadapi gerilyawan komunis. Hampir 70.000 orang tewas dalam konflik. Selama 15 bulan persidangannya, dia tetap mengatakan tidak bersalah. Dia mengatakan, tidak tahu-menahu tentang aksi pasukan pembunuh militer ketika itu. Tetapi, pengadilan menemukan bukti bahwa dia memberi izin dan melindungi unit tentara La Colina. Kejahatan-kejahatan kemanusiaan itu terjadi dalam hari-hari paling gelap perjuangan Peru memerangi pemberontak kiri selama dua dekade.


Spoiler for Pavio Lazarenko:
kerugian negara 114-200 juta dollar US
Pavlo Ivanovych Lazarenko (Ukrainian: Павло Івáнович Лазарéнко, born on 23 January 1953) is a former Ukrainian politician and former Prime Minister who, in August 2006, was convicted and sentenced to prison in the United States for money laundering, wire fraud and extortion. According to the official count by United Nations, approximately $200,000,000 has been looted by Lazarenko during 1996-1997 from the government of Ukraine.


Spoiler for Arnoldo Aleman:
kerugian negara 100 juta dollar US

José Arnoldo Alemán Lacayo adalah Presiden Nikaragua pada periode 1997-2002. Ia digantikan oleh Enrique José Bolaños Geyer.


Spoiler for Joseph Estrada:
kerugian negara 70-80 juta dollar US

Joseph Ejercito Estrada (lahir di Tondo, Manila, 19 April 1937; umur 73 tahun) dengan nama José Marcelo Ejército akrab dipanggil 'Erap' adalah seorang aktor film populer di Filipina. Ia menjabat sebagai Presiden Filipina ke-13 pada periode 30 Juni 1998-20 Januari 2001.
sumber:http://www.kaskus.us/showthread.php?p=249769306

0 comments:

Posting Komentar

"Silahkan berkomentar kawan,,, karena komentar anda sangat berarti pada blog ini, semoga bermanfaat, terima kasih ~,~"

  • Template
  • By
  • My FacebookHerytab
  • xxx