Setiap tanggal 12 Nopember selalu diperingati sebagai Hari Kesehatan Nasional (HKN). Tapi peringatan kali ini tampaknya menjadi berbeda dengan peringatan-peringatan sebelumnya. Betapa tidak, Indonesia kini sedang berduka. Dalam satu bulan terakhir, be3ncana demi bencana beruntun menerpa. Setelah banjir bandang menghancurkan bumi Wasior, Papua Barat, gempa dan tsunami terjadi di Kepulauan Mentawai, Padang, Sumatra Barat, dan erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta pun hingga kini masih menjadi ancaman serius.
Apa yang seharusnya kita lakukan untuk mengisi momen Hari Kesehatan Nasional ini? Tentu merenung dan berkontemplasi tingkat tinggi sekaligus meratapi segala bentuk bencana, bukan saatnya lagi. Yang dibutuhkan sekarang adalah bergerak memberikan uluran tangan kepada saudara-saudara kita yang sedang menderita beban psikologis dan psikis akibat bencana. Beban psikologis terjadi karena banyak di antara korban bencana kehilangan keluarga, kerabat dan saudaranya. Sementara beban psikis terjadi karena fisik mereka sudah tak lagi normal seperti sedia kala. Kerugian materi dan mental acapkali membuat mereka bingung untuk menatap arah retak kehidupan berikutnya.
Oleh karena itu, tangisan dan jeritan mereka selayaknya kita dengar. Kita, dengan segala kemampuan dan kapasitas yang ada seyogyanya terketuk untuk membantu saudara-saudara kita. Bagi para pengusaha dan pemilik modal, mereka bisa menyumbangkan sedikit dari sebagian hartanya untuk membantu kelangsungan hidup para korban bencana. Bagi para pejabat dan politisi, mereka bisa berkontribusi dengan menggelontorkan kebijakan yang lebih memihak para korban bencana sekaligus mengantisipasi terjadinya bencana susulan.
Bagi para mahasiswa, generasi yang akrab disapa agent of change ini bisa berkontribusi melalui pergerakan masifnya dengan langsung terjun menyambangi para korban. Bagi para penulis dan wartawan, mereka bisa berkontribusi melalui goresan tintanya dengan mengabarkan berita-berita teraktual dan menjadi mediasi atas segala informasi yang berkaitan dengan bencana alam dan korban bencana. Sementara bagi para dokter, aktivis dan praktisi kesehatan, meraka bisa memaksimalkan keahliannya untuk menyelamatkan nyawa dan menyembuhkan luka para korban bencana.
Gerakan para aktivis kesehataan ini penting untuk digalakkan segera. Sebab, pasca terjadinya bencana, biasanya datang bermacam-macam penyakit. Di titik ini, para warga korban sangat membutuhkan sentuhan langsung dari para ahli di bidang kesehatan. Untuk itu, gerakan konkrit menyambangi para korban bencana adalah bentuk seremoni yang paling masuk akal dan langsung menjurus ke tataran esensi dalam mengisi momen dirgahayu Kesehatan Nasional kali ini. Menyelamatkan satu nyawa saudara kita lebih berharga ketimbang melakukan kegiatan yang acap bersifat retoris belaka.
Harus disadari bahwa Kementerian Kesehatan di hari jadinya ke-46 tahun ini memiliki tantangan yang semakin berat dan kompleks ke depan. Selain perubahan iklim yang acap tidak jelas dan bencana alam yang kerap terjadi tiba-tiba, Kementerian Kesehatan dalam sistem kesehatan nasional juga dinilai belum cukup menjawab kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat. Jika dianalisis, salah satu penyebabnya adalah sistem pelayanan kesehatan nasional tidak fokus menjawab masalah-masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat. Sistem kesehatan nasional kita terlalu filosofis, birokratis, retoris, dan tidak mengakar. Orang sakit tidak akan sembuh oleh berbagai rapat, seminar dan workshop. Penyakit hanya dapat disembuhkan dengan obat, bukan dengan resep dan pentunjuk bagaimana menjalankan 'pola hidup bersih sehat.
Padahal, mengutip hasil Riset Kesehatan Dasar (2007) yang dilakukan Departeman Kesehatan, Menteri Kesehatan RI dr Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH mengatakan bahwa 24,8% rumah tangga masih tidak menggunakan fasilitas buang air besar, dan 32,5% tidak memiliki saluran pembuangan air limbah. Sementara yang cukup positif adalah 57,7% rumah tangga di Indonesia memiliki akses air bersih dan 63,3% rumah tangga memiliki akses sanitasi yang baik.
Belum lagi, masalah gizi buruk yang semakin hari kian memprihatinkan. Hasil yang dikeluarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) periode 1997-2003 menunjukkan kenyataan yang mencengangkan. Hanya 14 persen ibu di Tanah Air yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan.
Permasalahan kompleks ihwal pemerataan kesehatan di Indonesia ini tentu saja memicu terselanggaranya penataan kembali Sistem Pelayanan Kesehatan Nasional. Tujuannya adalah agar pelayanan kesehatan menjadi mudah terjangkau dan merata, bisa dibeli oleh masyarakat, bermutu, efektif dan efisien.
Kesehatan lingkungan yang ditandai dengan ketersediaan dan akses air bersih, akses sanitasi, pengendalian polusi udara dan perilaku hidup bersih dan sehat, masih menjadi tantangan yang cukup besar di bidang kesehatan. Padahal kesehatan lingkungan berkaitan erat dengan kesehatan ibu dan anak, status gizi masyarakat serta pencegahan penyakit menular, yang merupakan penentu status kesehatan masyarakat dan berdampak pada kualitas bangsa.
Oleh karena itu, pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien sangat perlu digalakkan. Setidaknya selain tiga program umum yang meliputi program jangka pendek, menengah dan panjang, program temporal juga penting untuk diperhatrikan. Efesiensi program umum seperti jangka pendek, menengah, dan panjang ini bisa kita baca, seperti bagaimana menghilangkan penyakit AIDS, flu burung, menciptakan lingkungan bersih dan seterusnya. Tapi, program temporal semisal langkah konkrit apa dan bagaimana jika bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi atau tsumani terjadi, belum terasa maksimal dilakukan. Sebab, bencana alam di Indonesia ini ibarat 'sirene mobil pejabat negara', yang tiba-tiba berbunyi membuat kaget dan resah para warga.
Oleh karena itu, Hari Kesehatan Nasional sebaiknya dimaknai dengan bijak, khususnya oleh tenaga kesehatan, dan lebih khusus lagi oleh Menteri Kesehatan dan para pejabat eselon. Menata ulang Sistem Pelayanan Kesehatan Nasional yang merata, terjangkau, efektif dan efisien menjadi agenda yang harus segera ditancapkan dan kemudian direalisasikan. Sirene bencana alam dan segala bentuk ketidaksehatan lainnya harus kita hilangkan dari bumi Indonesia. Kesehatan begitu penting bagi kita semua.
"Jagalah sehat sebelum kau sakit!" begitu pesan Nabi dalam petikan hadisnya.(sumber: Suara karya)
*Penulis adalah Peneliti The Dewantara Institute Jakarta.
sumber:http://rimanews.com/read/20101112/5668/hari-kesehatan-di-tengah-terpaan-bencana
0 comments:
Posting Komentar
"Silahkan berkomentar kawan,,, karena komentar anda sangat berarti pada blog ini, semoga bermanfaat, terima kasih ~,~"