Meski tak lagi menjabat sebagai presiden direktur PT Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo tak pensiun total, namun justru fokus pada riset dan penelitian, serta bidang pendidikan baik profit maupun nonprofit.
Mooryati Soedibyo Dari Business Entrepreneur ke Political Entrepreneur - Budaya patriarkal memang cenderung membatasi gerak-gerik perempuan, sehingga perempuan tidak berpotensi memperoleh kesempatan memperbaiki hidupnya. Tradisi dari para sesepuh keraton, misalnya, menyatakan bahwa berdagang bagi perempuan yang bersuamikan seorang sokoguru dapat mengurangi wibawa sang suami. Ada pula peraturan negara yang tidak memperbolehkan istri Pegawai Negeri Sipil (PNS) melakukan kegiatan berwirausaha.
Tradisi-tradisi dan peraturan negara seperti ini rupanya mengusik seorang Mooryati Soedibyo, pemilik perusahaan kosmetik PT Mustika Ratu, Tbk. Sebagai anggota organisasi Dharma Wanita, tahun 1973 ia memberanikan diri mengajukan permohonan kepada Menteri Perindustrian Jenderal M. Jusuf untuk diberi kesempatan untuk merintis usaha, mengingat suami mendekati masa pensiun.
"Boleh jadi, saya adalah perempuan pertama istri PNS yang mendapat izin berbisnis, meskipun masih berupa kegiatan usaha rumahan," kenang perempuan yang tinggal di Keraton Surakarta sejak usia 3 tahun ini.
Namun, kendala tetap muncul dari sesepuh keraton dengan tradisinya yang tidak menganjurkan perempuan berbisnis. Saat itu Mooryati berpikir, peringatan seperti itu tidak masuk akal untuk diterima. Ia memikirkan masa depan anak-anaknya kelak setelah sang suami, Ir Soedibyo, Msc., pensiun.
Mooryati kemudian mencoba "melobi" Soedibyo dengan bekal filosofi "Menang Tanpo Ngesorake", yakni melakukan pendekatan pada suami tanpa memaksa. Ia menjelaskan bahwa jika memulai usaha sejak dini, maka saat suami pensiun, usahanya sudah mulai berkembang dan suami bisa ikut membantu.
Setelah Soedibyo menyepakati hal tersebut, dengan modal Rp 25.000 Mooryati memulai usahanya di garasi rumah dengan menjual produk jamu yang beda dan unik, higienis, serta menjangkau konsumen yang berbeda. Dari usaha rumahan tersebut Mooryati dapat bertahan ketika sang suami meninggal dunia di tahun 1998. Usaha yang dirintisnya ternyata terus berkembang hingga menjadi salah satu perusahaan kosmetika dan jamu terbesar di Indonesia.
Setelah sukses berbisnis, perempuan yang telah menyerahkan tampuk pimpinan Mustika Ratu pada putri keduanya ini mulai memasuki dunia politik. Tahun 2004, saat Komisi Pemilihan Umum membuka kesempatan bagi masyarakat menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) non partisan, ia mencoba mendaftarkan diri sebagai anggota DPD mewakili Provinsi DKI Jakarta. Mooryati memperoleh suara terbanyak dengan 483 pendukung. Di tahun yang sama ia langsung mendapat kepercayaan menjadi Wakil Ketua MPR-RI periode 2004-2009.
Kisah perjalanan hidup Mooryati, dari perjuangannya menjadi business entrepreneur hingga sukses menjadi political entrepreneur ini ditulisnya dalam sebuah buku berjudul Transforming Women's Voices. Buku ini diluncurkan di The Ritz Carlton Hotel, Mega Kuningan, Jakarta, Jumat (20/5/2011) lalu. Tanggal 20 Mei dipilih sebagai hari peluncuran dan bedah buku, sebagai simbol kebangkitan seorang perempuan yang mendobrak tradisi dan berhasil menunjukkan kemampuannya untuk mandiri dengan membangun bisnis dan kemudian memperjuangkan hak-hak perempuan dalam dunia politik.
Buku setebal 191 halaman ini merupakan catatan Mooryati atas pengalamannya sebagai perempuan pertama yang berhasil menduduki kursi Wakil Ketua MPR-RI dari unsur DPD RI. Buku ini juga berisi refleksi anggota Panitia Ad Hoc III itu, yang selama lima tahun masa baktinya memperjuangkan aspirasi masyarakat di bidang agama, pendidikan, kesehatan, perempuan, kesejahteraa sosial, budaya, dan pemuda. Tolok ukur positif yang pernah dilakukannya selama bertugas adalah kerja sama yang terbentuk antara anggota DPD dan DPR dalam Kesatuan Kaukus Perempuan Parlemen RI (KPPRI) yang sebelumnya belum pernah ada. KPPRI ini juga terbentuk di tingkat provinsi. Dengan begitu, KPPRI dan DPR dapat bersinergi dengan para anggota dalam pengambilan kebijakan yang menguntungkan perempuan.
Mooryati juga menceritakan pengalamannya ketika berkesempatan untuk bertemu langsung dengan masyakarat yang ia wakili. Ia mendengarkan keluhan, kesedihan, serta protes kaum perempuan.
"Saya bertemu dengan perempuan-perempuan yang menangis, yang meminta untuk ditolong. Tangisan tersebut adalah amanat yang dipercayakan kepada lembaga kami untuk diperjuangkan," ungkap Mooryati.
Perempuan yang pernah disebut sebagai "One of The Most Powerful Woman in Indonesia" versi majalah Globe terbitan Eropa ini juga bersiap meluncurkan dua bukunya yang lain, yaitu Mengembangkan Usaha Rumahan Menjadi Usaha Industri, dan sebuah buku yang bersumber dari disertasinya, Studi Sukses Kepemimpinan Puncak Perusahaan Keluarga Indonesia. Di usianya yang ke-83 ini, Mooryati tampaknya masih terus bersemangat untuk berbagi ilmu. Melalui buku ini ia ingin menyampaikan pesan kepada kaum perempuan yang ingin maju di bidangnya namun tetap mengutamakan keluarga.
"Saya percaya bahwa perempuan memiliki keindahan mimpi dan tekad yang kuat untuk berjuang dan maju tanpa harus kehilangan jati diri, naluri, dan kesadaran sebagai ibu yang tetap mengutamakan tanggung jawab keluarga," paparnya.[Sumber : KOMPAS.COM]
0 comments:
Posting Komentar
"Silahkan berkomentar kawan,,, karena komentar anda sangat berarti pada blog ini, semoga bermanfaat, terima kasih ~,~"