Kekhawatiran
akan memburuknya krisis utang di Eropa serta perlambatan pertumbuhan
perekonomian di Amerika Serikat (AS) masih merupakan faktor eksternal
yang dominan mewarnai iklim investasi, terutama pasar modal Indonesia.
Pertanyaannya, apakah siklus yang terjadi pada 2008-2009 akan kembali
terulang dan menghantui serta mengakibatkan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) terpuruk dalam?
Kekhawatiran yang mungkin akan muncul setelah mencermati chart pada
gambar 1, mungkinkah fase yang terjadi pada era 1997-1999 yang
disinyalir merupakan rentetan siklus dari krisis yang juga pernah
melanda perekonomian dunia, terutama AS, akan kembali menjadi
pengulangan siklus—di mana pasar modal Asia, terutama dalam hal ini
Bursa Efek Indonesia, merupakan target pelemahan selanjutnya
pascaturbulensi perekonomian pada 2008-2009?
Dibandingkan
dengan apa yang dialami mayoritas bursa-bursa utama di dunia yang
mencatatkan nilai imbal hasil negatif, IHSG justru masih membukukan
imbal hasil positif sebesar 7,3% sepanjang 2011. Hal itu mengacu pada
penutupan harga pada pengujung minggu pertama September, pascaliburan
Lebaran kemarin.
Pencapaian imbal hasil tertinggi yang pernah dicapai sepanjang 2011 sebesar
12,6%. Saat IHSG mencatatkan rekor harga tertinggi di level 4.195,7
pada Agustus 2011, nilai itu serta-merta tergerus hingga -3,7%, mencoba
menguji stop-loss support3.590/3.600 pada Fibonacci Retracement 38,2% akibat memburuknya kondisi perekonomian AS dan Eropa.
Dapat
dikatakan bahwa IHSG dalam hal ini merupakan salah satu indeks yang
memiliki cukup kekuatan untuk bertahan dalam menahan gempuran sentimen
negatif krisis perekonomian dunia. Juga, merupakan salah satu alternatif
investasi yang menjadi fokus serta perhatian para investor asing karena
secara umum kondisi ekonomi Indonesia relatif baik dan terkendali.
Pertumbuhan
ekonomi pada semester pertama 2011 tercatat cukup stabil di level 6,5%.
Hal itu sekaligus merupakan salah satu katalis yang mampu menekan
pertumbuhan inflasi menuju tingkat yang lebih rendah. Dengan demikian,
Bank Indonesia (BI) merasa cukup nyaman untuk tetap mempertahankan
tingkat suku bunga acuan BI Rate dalam interval 6,5%-6,75%.
Pertumbuhan Tingkat Inflasi 2012 | YoY |
Januari | 7,02% |
Februari | 6,84% |
Maret | 6,65% |
April | 6,16% |
Mei | 5,98% |
Juni | 5,54% |
Juli | 4,61% |
Agustus | 4,79% |
Inflasi yang Terkendali
Terjadi lonjakan tingkat inflasi pada Agustus sebesar 0,81% dibandingkan dengan Juli. Selain itu, core inflation meningkat tajam hingga mencapai 5,15%, melampaui ambang batas yang ditetapkan BI, yaitu 5%, dan merupakan nilai core inflation tertinggi yang pernah dicapai sejak 2008. Namun, secara umum inflasi di Indonesia masih cukup terkendali.
Aliran Dana Asing yang Tidak Sepenuhnya Keluar dari Indonesia
Akumulasi
nilai pemasukan dana asing pada awal September 2011 telah mencapai
Rp601,5 miliar per 9 September 2011. Hal itu menggambarkan adanya
pemulihan kondisi yang cepat, mengeliminasi adanya isu bahwa fund asing
telah menarik keseluruhan alokasi asetnya dari Indonesia sebagaimana
terefleksi dari arus dana yang keluar pada Agustus 2011 dari pasar modal
yang mencapai Rp8.448,9 miliar akibat tekanan jual dan aksi profit taking.
Foreign
Holdings of Government Bonds pada pengujung Agustus justru mengalami
peningkatan cukup fantastis, yakni sebesar US$125 miliar, berbanding
terbalik dengan apa yang terjadi di pasar obligasi pada 2008-2009 yang
turut mengalami tekanan sejalan dengan terpuruknya IHSG pada periode
yang sama. Hal ini memberikan ilustrasi bahwa ditinjau dari peredaran
dan pertumbuhan aliran dana asing yang masuk, Indonesia masih merupakan
alternatif investasi yang paling diminati para investor asing di antara
(negara-negara) emerging market.
Masa Pembuktian bagi IHSG
Menilik
dari sisi cerita yang kami uraikan di atas, sejauh ini IHSG masih mampu
menunjukkan keperkasaannya dalam menghalau hempasan sentimen negatif
yang datang dari faktor eksternal. Secara umum, untuk jangka menengah
tidak ada indikasi perubahan fundamental dalam kondisi perekonomian
Indonesia. Pada 2008-2009 tingkat inflasi cenderung tidak terkendali
serta bergerak pada kisaran 7%-12% dan juga nilai tukar rupiah terpuruk
cukup dalam. Secara teknis, IHSG membuktikan kemapanannya dan mencoba
untuk tetap bertahan pada uptrend channel dengan basissupport harga di level 3.700.
Strategi Jangka Pendek
Yang
harus dicermati dan menjadi fokus adalah konfirmasi kongkret dari AS
dan Eropa di sisa 3Q11 ini. Dalam mengantisipasi munculnya shock therapy terhadap IHSG seiring dengan kondisi jenuh beli yang telah dicapai serta saat posisi r square dan p valueantara
IHSG dan beberapa bursa global menunjukkan korelasi yang tinggi, maka
strategi jangka pendek yang layak untuk dilakukan adalah mengurangi
bobot portofolio dengan merealisasi keuntungan yang telah diperoleh.
Selanjutnya,
kembali melihat peluang atas saham-saham dengan koefisien beta tinggi
sehingga pemanfaatan momentum pada saat IHSG bergerak fluktuatif dapat
mengeliminasi risiko kerugian yang mungkin terjadi. Selain itu,
mengantisipasi probabilitas terjadinya tekanan jual yang akan menyeret
IHSG menguji target support di level 3.590 bila IHSG gagal bertahan pada support harga psikologis di level 3.700 hingga pengujung 3Q11 ini.
Berdasarkan asumsi yang tercermin pada leading indicator yang ada, indikasi sinyal positif pada area neutral stochastic memberikan peluang bagi IHSG untuk mencoba bergerak dalam rentang harga 3.590 hingga 4.100.
Dalam
mengantisipasi terbitnya laporan keuangan 3Q11, ada baiknya mencermati
emiten yang tergabung dalam sektor konsumer: semen dan perbankan.
Berdasarkan data historis, kedua sektor tersebut cenderung membukukan
pertumbuhan yang lebih baik sekaligus diuntungkan oleh momentum
percepatan laju ekonomi Indonesia yang cenderung lebih baik pada
semester kedua.
BMRI
dan BBRI merupakan beberapa pilihan saham dari sektor perbankan yang
berpotensi memberikan kontribusi positif bagi pergerakan IHSG untuk
dapat melaju serta bertahan pada zona hijau perdagangan. BMRI masih
memiliki potensi penguatan antara 19%-22%, sementara BBRI diperkirakan
masih berpeluang memberikan keuntungan 12%-17%.
Yang menarik pada sektor semen adalah pertumbuhan secara year on year (yoy) ditargetkan dapat mencapai 10% dibandingkan dengan 2010
pada periode yang sama yang hanya tumbuh 6%. INTP dan SMGR merupakan
saham pilihan yang menguasai 75% pasar domestik dengan potensi penguatan
harga hingga rata-rata 6%-12%. (sumber:infobank)
0 comments:
Posting Komentar
"Silahkan berkomentar kawan,,, karena komentar anda sangat berarti pada blog ini, semoga bermanfaat, terima kasih ~,~"