Ada yang sedikit berbeda di bulan Ramadhan tahun ini jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya buat para pesepakbola yang merumput di liga-liga Eropa.
Jika pada tahun sebelumnya bulan Ramadhan tiba tepat di tengah-tengah kompetisi, untuk tahun ini bulan Ramadhan datang di saat mereka sedang masa libur kompetisi, kalaupun ada pertandingan itu hanya merupakan persahabatan atau Tour. Paling tidak selama 1 minggu di bulan Ramadhan ini, pesepakbola yang ingin melaksanakan ibadah puasa tidak akan mendapat halangan yang berat dari pekerjaannya.
Sebelum ini, para pesepakbola muslim yang ingin menjalankan ibadah wajib puasa selalu terbentur dengan profesionalitas pekerjaannya. Berbagai macam alasan yang muncul baik itu dari pribadi maupun dari klub tempat ia bekerja. Memang benar tidak semua dari mereka yang merasakan hal itu, ada yang memilih tetap menjalankan kewajiban puasa meski ia mengetahui konsekuensi berat yang akan dihadapinya baik itu dari klub maupun liga.
Ada pula sebuah Liga yang memperhatikan keberadaan pemain sepakbola muslim di negaranya, di sini Majelis Ulama, Badan Liga, Klub, dan pemain mendapatkan keputusan yang melegakan semua pihak dalam datangnya bulan Ramadhan. Klub tidak dirugikan dan pemain tetap dapat menjalankan kewajiban.
COBAAN YANG PERNAH DIALAMI
Tidak mudah bagi pesepakbola muslim hidup dan mencari nafkah di negara-negara non-muslim, terkait dengan sepakbola. Mereka dihadapkan dengan keharusan menjaga stamina, kebutuhan tes urine jika dibutuhkan setelah pertandingan untuk membuktikan tidak adanya doping, dan bagaimana mereka mencari makanan yang halal di Negara-negara itu, berikut beberapa contoh kasus mereka:
- Stephen Appiah: Di awal karirnya merumput di negara Italia, Appiah mengalami kesulitan dalam mencari restoran yang halal.
- Frederic Kanoute: Menolak menggunakan seragam Sevilla karena disponsori oleh rumah judi, bahkan ketika seragam itu digunakan, Kanoute menutupinya dengan plester hitam. Pada 2007, ia pernah mengeluarkan uang sebesar US$ 700.000 dari kantong pribadinya untuk menyelamatkan sebuah masjid di Sevilla dengan cara membelinya masjid yang status sebelumnya adalah sewa, karena masjid itu adalah satu-satunya masjid di kota tempat ia dam umat muslim lainnya beribadah.
- Christian Negouai: Ia terpilih sebagai pemain yang wajib di tes doping dan harus diambil sample urine-nya. Karena Negouai sedang berpuasa maka urine itu tidak mau keluar, Kevin Keegan (Manajer Manchester City kala itu) menyodorkannya air putih untuk diminum agar urine-nya bisa segera keluar,namun Negouai tetap menolaknya karena ia sedang berpuasa. Negouai memilih membayar denda 2.000 pound dari kantongnya daripada harus membatalkan puasa.
- Menurut Reuters, Samir Nasri dan Kolo Toure demi menjaga stamina, memilih menangguhkan puasa saat di musim kompetisi. Ini juga dikarenakan beratnya latihan yang harus mereka jalani ketika mereka berpuasa.
- Abdelkader Ghezzal: Memilih tidak menjalankan ibadah puasa di hari pertandingan Siena karena cuaca Eropa di musim panas yang sangat menyulitkan, di siang hari akan lebih panjang dibanding malam, matahari akan tampak lebih dari 13 jam lamanya, khusus di Italia suhu bisa mencapai 35-40 derajat celcius, dengan matahari baru benar-benar tenggelam sekitar pukul 20.00 waktu setempat.
- Kolo Toure mengaku pernah mencoba tetap berpuasa, tapi kondisi latihan berat memaksa ia membatalkan puasanya. “Tapi saya pasti akan menggantinya di hari atau bulan lain. Itu adalah konsekuensi sebagai seorang muslim,” ujar Toure.
MEREKA YANG BANGGA DENGAN IDENTITAS MUSLIM
Hidup di tengah-tengah industri sepakbola yang banyak akan godaan, seorang pesepakbola muslim di Eropa diuji ketetapan hatinya untuk tetap hidup sesuai dengan ajaran Islam, dan jika mereka berhasil hal itu menjadi kunci rahasia mengapa jarang pesepakbola muslim yang kehidupan pribadinya bermasalah. Dan itu juga yang membuat permainan mereka cenderung stabil serta emosi di lapangan senantiasa terjaga. Banyak pesepakbola muslim yang konsisten dengan Islam mengaku menemukan ketenangan dalam hidup, sumber kekuatan, dan kedamaian dalam Islam, berikut diantaranya:
1. Frederic Oumar Kanoute: Tetap menjalankan ibadah puasa saat Ramadhan meskipun harus bertanding selama 90 menit, dan suhu yang bisa mencapai 40 derajat celcius. Tahun lalu di bulan Ramadhan di Eropa siang hari lebih panjang waktunya daripada malam hari, matahari bersinar selama 13 jam dari pukul 6.30 pagi hingga 20.00. Dan pertandingan biasanya digelar 2 jam sebelum waktu berbuka puasa.
2. Rami Shaaban: Pemain sepakbola yang istiqamah mengikuti ajaran Islam, rutin mengkaji Al-Quran dan menjadikan Al-Quran panduan dalam menjalani hidupnya. Kiper timnas Swedia ini senantiasa melafalkan beberapa ayat sebelum bertanding.
3. Kolo Toure: merasa sebagai seorang muslim dia harus menghormati orang lain. Kesuksesan dirinya selalu disebutnya berkat doanya kepada Allah.
4. Franck Ribery: Mualaf setelah menikahi seorang gadis Perancis keturunan Maroko. Memiliki nama Islam yaitu Frank Bilal Ribery. Menurutnya Islam membawanya pada keselamatan. Islam yang menjadi sumber kekuatannya di dalam maupun di luar lapangan. Di saat ia mengalami masa-masa sulit dalam karirnya, Islam datang memberikan kedamaian. Ribery mengaku sebagai seorang muslim yang tidak pernah meninggalkan sholat wajib 5 waktu.
5. Nicolas Anelka: Mualaf yang memeluk Islam saat bermain di klub Turki Fenerbache. Memiliki nama Islam yaitu Abdul-Salam Bilal. Dalam wawancara yang dimuat di Match, majalah terbitan Perancis Anelka berkata, “Islam adalah sumber kekuatan saya di dalam maupun di luar lapangan. Saya menjalani karier yang berat. Saya kemudian berketetapan hati untuk menemukan kedamaian. Dan akhirnya saya menemukan Islam.” Anelka tetap menjalankan puasa 1 bulan penuh meskipun di tengah kompetisi.
6. Momo Sissoko serta Sulley Muntari: Mereka adalah pesepakbola muslim yang tetap memilih menjalankan puasa di bulan Ramadhan meskipun ada pertandingan.
7. Mahamadou Diarra dan Anthar Yahia (Bochum): Memilih tetap menjalankan puasa, menurut dia, berpuasa justru memberi kekuatan untuk mengatasi kesulitan.
8. Robin Van Persie: Seorang mualaf. Menurutnya Islam adalah agama yang indah dan lembut, di sini ia menemukan keteduhan dan ketenangan.
9. Mehdi Mahdavikia (Eintracht Frankfurt): Tidak mengalami hambatan berarti saat Ramadhan. Pemain yang kini berusia 32 tahun ini menata dietnya sedemikian rupa sehingga sanggup menjalani laga-laga keras di Liga Jerman (Bundesliga). “Saya selalu makan dan minum banyak saat sahur. Tanpa minum saat latihan pagi dan sore tak berpengaruh buat saya,” kata Mahdavikia. Menjalani ibadah puasa dan bermain di salah satu liga keras di Eropa, diakui Mahdavikia sangat berat. Tapi, latihan dua kali sehari tak mengganggu langkah gelandang dan sayap kanan Iran di Piala Dunia 1998 dan 2006 ini.
MAJELIS ULAMA TURUN TANGAN
Beberapa tahun ke belakang di negara Jerman, pesepakbola muslim mendapat halangan berpuasa di bulan Ramadhan, bahkan untuk klub FSV Frankfurt (klub divisi II Bundesliga) menerapkan larangan berpuasa, dan hal ini ada dalam klausul kontrak kerja mereka. Klub beralasan bahwa pemain sepakbola harus tetap memiliki stamina prima setiap hari untuk latihan dan pertandingan.
Untuk menjawab permasalahan ini Badan Liga Sepak Bola Jerman (DFL) dan Dewan Pusat Umat Muslim Jerman (Central Council of Muslims) meminta saran dari Al-Azhar yang merupakan institusi theologi Islam terkemuka. Akhirnya Al-Azhar mengeluarkan pernyataan bahwa, “Selama bulan Ramadhan pesepakbola muslim yang sedang berpuasa diperbolehkan membatalkan puasa jika itu dirasa mengganggu performanya.”
Dan pernyataan serupa pun juga dikeluarkan oleh Badan Fatwa dan Penelitian Muslim Eropa, “Pesepakbola muslim yang harus bertanding selama bulan Ramadhan tidak perlu untuk menjalankan puasa dan menggantinya di waktu lain. Lagipula, menjaga kesehatan tubuh adalah salah satu ajaran Islam,” ujar sekjen badan perwakilan muslim Jerman, Aiman Mazyek seperti dikutip Bild.
Pada akhirya, sekarang tinggal dikembalikan kepada para pesepakbola seperti Franck Ribery, Serdar Tasci dan kawan-kawan, apakah mereka tetap ingin menjalankan puasa sebulan penuh atau berpuasa hanya pada hari-hari tertentu saat tidak ada latihan dan pertandingan.
Namun bagi pemain FC Koln, Adil Chichi dan Youssef Mohamad beranggapan bahwa puasa tidak membuat gerak kita terbatas, mudah lelah dan lain sebagainya. Puasa telah mereka jalankan selama bertahun-tahun sehingga meraka paham dengan reaksi tubuh mereka. Christopher Lymberopoulos, juru bicara FC Koln mengatakan, “Mereka melakukan apa yang selalu mereka lakukan, melatih keyakinan agama mereka sembari bekerja sebagai atlet professional.”
MASIH ADA YANG MEMPERHATIKAN
Beberapa pemain sepakbola muslim di Eropa juga sedikit beruntung karena mendapat bantuan dari klub untuk bisa berpuasa di tengah kompetisi. Klub sepakbola di Liga Belanda dikenal sangat toleran dalam urusan ini. PSV Eindhoven misalnya, klub ini melalui tim dokternya membantu menyusun menu makan khusun untuk Ibrahim Afellay, Otman Bakkal dan Nordin Amrabat serta hanya memberikan porsi latihan lebih ringan.
Untuk klub lain seperti Ajax, puasa di bulan Ramadhan bahkan tidak mempengaruhi performa Ismail Aissati dan Mounir El Hamdaoui – nama terakhir malah menyumbang dua gol ketika klubnya Ajax menang 3-0 atas Roda. “Mereka selalu berpuasa, mereka tahu reaksi tubuhnya dan mereka selalu melakukan apa yang memang harus dilakukan, yaitu menjalankan ibadah dan bekerja profesional sebagai pesepak bola,” ungkap juru bicara klub.
Dua saudara kembar kelahiran Jerman tapi anggota timnas Turki: Hamit Altintop dan Halil Altintop menyikapi Ramadhan dengan cara berbeda. Hamit mendapatkan keistimewaan saat latihan, “Saya diberi kesempatan agar tak terlalu keras menjalankan latihan saat puasa.” Sebaliknya, Halil menyikapinya dengan sangat keras, Ia berani bersitegang dengan para pelatihnya jika memaksakan latihan keras kepadanya, “Saya lebih baik tidak latihan. Daripada saya tak puasa dan melanggar ajaran agama,” ucap Hamit.
Jose Mourinho (eks pelatih Inter Milan) pernah berkomentar mengenai buruknya performa anak buahnya yang sedang berpuasa, Sulley Muntari. “Muntari memiliki masalah yang berhubungan dengan Ramadan, mungkin dengan suhu (cuaca panas) seperti ini, Muntari tak seharusnya berpuasa. Ramadan tak datang di waktu yang tepat, terutama bagi para pemain yang tetap harus bermain,” tambahnya. Buntut dari perkataannya, Mourinho mendapat teguran dari Komunitas Organisasi Islam di Italia (UCOII).
Mohamed Nour Dachan, pimpinan UCOI mengatakan, “Saya rasa, Mourinho seharusnya tidak membicarakan hal ini, seorang pemain yang beragama Islam dan sedang menjalankan ibadah puasa tidak membuatnya tampil buruk di lapangan. Kami tahu, bahwa obat-obatan dalam olahraga dan stabilitas mental serta kondisi psikologis akan membuat seorang pemain menampilkan performa bagus.” Dachan menambahkan, “Seorang penganut Kristen, Yahudi atau bahkan Islam yang memiliki pikiran yang tenang, mereka pasti akan selalu menampilkan performa bagus di lapangan.”
MENURUT ILMU PENGETAHUAN
Menurut hasil riset British Journal of Sport Medicine membuktikan bahwa Puasa Ramadhan menurunkan penampilan pesepakbola. Selama puasa, para pemain tak mendapatkan asupan air dan nutrisi pada siang hari. Sebagai bahan riset British Journal of Sport Medicine mengambil sample 55 pemain Aljazair di akhir Ramadhan, juga dua pekan setelahnya.
Hasilnya, penampilan para pemain itu menurun sangat signifikan, lebih dari 5% dan itu sangat mempengaruhi kecepatan, kemampuan menggiring bola serta ketahanan tubuh. Sekitar 70 persen pemain rata-rata juga menyebut bahwa Ramadhan mempengaruhi penampilan mereka, baik saat bermain maupun berlatih. Oleh karena itu, para pemain bola harus memiliki strategi khusus jika memang harus bermain di saat Ramadhan dan berpuasa, jika memang memutuskan tidak berpuasa merupakan penyelesaian yang benar.
MENURUT MEREKA YANG MENJALANKAN
“Puasa adalah soal keyakinan, semangat dan mental bisa menaklukkan fisik, bukan sebaliknya. Perut boleh lapar, kerongkongan boleh kering, dan tubuh boleh saja gemetar saat harus berlari mengejar bola di lapangan, namun karena hati sudah berniat untuk berpuasa, semua yang terasa pada fisik akhirnya bisa diatasi,” demikian menurut Kanoute.
“Secara pribadi, menjalankan tuntunan agama membantuku dalam bersepakbola dan sepakbola juga ikut membantuku tetap sehat dan menguatkanku. Tak ada konflik karena orang yang tahu tentang Islam, mereka tahu bahwa ibadah puasa itu malah menguatkan mereka yang menjalaninya, dan tidak malah melemahkan kaum Muslim, Puasa Ramadhan justru membuatku semakin bersinar,” tambahnya.
SOURCE : http://www.bola.net/editorial/pesepak-bola-muslim-dan-ramadhan-di-eropa.html
0 comments:
Posting Komentar
"Silahkan berkomentar kawan,,, karena komentar anda sangat berarti pada blog ini, semoga bermanfaat, terima kasih ~,~"