Selasa, 17 Januari 2012

Menguji Ketangguhan IHSG

Kekhawatiran akan memburuknya krisis utang di Eropa serta perlambatan pertumbuhan perekonomian di Amerika Serikat (AS) masih merupakan faktor eksternal yang dominan mewarnai iklim investasi, terutama pasar modal Indonesia. Pertanyaannya, apakah siklus yang terjadi pada 2008-2009 akan kembali terulang dan menghantui serta mengakibatkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpuruk dalam?

Kekhawatiran yang mungkin akan muncul setelah mencermati chart pada gambar 1, mungkinkah fase yang terjadi pada era 1997-1999 yang disinyalir merupakan rentetan siklus dari krisis yang juga pernah melanda perekonomian dunia, terutama AS, akan kembali menjadi pengulangan siklus—di mana pasar modal Asia, terutama dalam hal ini Bursa Efek Indonesia, merupakan target pelemahan selanjutnya pascaturbulensi perekonomian pada 2008-2009?
Dibandingkan dengan apa yang dialami mayoritas bursa-bursa utama di dunia yang mencatatkan nilai imbal hasil negatif, IHSG justru masih membukukan imbal hasil positif sebesar 7,3% sepanjang 2011. Hal itu mengacu pada penutupan harga pada pengujung minggu pertama September, pascaliburan Lebaran kemarin.
Pencapaian imbal hasil tertinggi yang pernah dicapai sepanjang 2011 sebesar 12,6%. Saat IHSG mencatatkan rekor harga tertinggi di level 4.195,7 pada Agustus 2011, nilai itu serta-merta tergerus hingga -3,7%, mencoba menguji stop-loss support3.590/3.600 pada Fibonacci Retracement 38,2% akibat memburuknya kondisi perekonomian AS dan Eropa.
Dapat dikatakan bahwa IHSG dalam hal ini merupakan salah satu indeks yang memiliki cukup kekuatan untuk bertahan dalam menahan gempuran sentimen negatif krisis perekonomian dunia. Juga, merupakan salah satu alternatif investasi yang menjadi fokus serta perhatian para investor asing karena secara umum kondisi ekonomi Indonesia relatif baik dan terkendali.
Pertumbuhan ekonomi pada semester pertama 2011 tercatat cukup stabil di level 6,5%. Hal itu sekaligus merupakan salah satu katalis yang mampu menekan pertumbuhan inflasi menuju tingkat yang lebih rendah. Dengan demikian, Bank Indonesia (BI) merasa cukup nyaman untuk tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuan BI Rate dalam interval 6,5%-6,75%.
Pertumbuhan Tingkat Inflasi 2012YoY
Januari7,02%
Februari6,84%
Maret6,65%
April6,16%
Mei5,98%
Juni5,54%
Juli4,61%
Agustus4,79%
Inflasi yang Terkendali
Terjadi lonjakan tingkat inflasi pada Agustus sebesar 0,81% dibandingkan dengan Juli. Selain itu, core inflation meningkat tajam hingga mencapai 5,15%, melampaui ambang batas yang ditetapkan BI, yaitu 5%, dan merupakan nilai core inflation tertinggi yang pernah dicapai sejak 2008. Namun, secara umum inflasi di Indonesia masih cukup terkendali.
Aliran Dana Asing yang Tidak Sepenuhnya Keluar dari Indonesia
Akumulasi nilai pemasukan dana asing pada awal September 2011 telah mencapai Rp601,5 miliar per 9 September 2011. Hal itu menggambarkan adanya pemulihan kondisi yang cepat, mengeliminasi adanya isu bahwa fund asing telah menarik keseluruhan alokasi asetnya dari Indonesia sebagaimana terefleksi dari arus dana yang keluar pada Agustus 2011 dari pasar modal yang mencapai Rp8.448,9 miliar akibat tekanan jual dan aksi profit taking.
Foreign Holdings of Government Bonds pada pengujung Agustus justru mengalami peningkatan cukup fantastis, yakni sebesar US$125 miliar, berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di pasar obligasi pada 2008-2009 yang turut mengalami tekanan sejalan dengan terpuruknya IHSG pada periode yang sama. Hal ini memberikan ilustrasi bahwa ditinjau dari peredaran dan pertumbuhan aliran dana asing yang masuk, Indonesia masih merupakan alternatif investasi yang paling diminati para investor asing di antara (negara-negara) emerging market.
Masa Pembuktian bagi IHSG
Menilik dari sisi cerita yang kami uraikan di atas, sejauh ini IHSG masih mampu menunjukkan keperkasaannya dalam menghalau hempasan sentimen negatif yang datang dari faktor eksternal. Secara umum, untuk jangka menengah tidak ada indikasi perubahan fundamental dalam kondisi perekonomian Indonesia. Pada 2008-2009 tingkat inflasi cenderung tidak terkendali serta bergerak pada kisaran 7%-12% dan juga nilai tukar rupiah terpuruk cukup dalam. Secara teknis, IHSG membuktikan kemapanannya dan mencoba untuk tetap bertahan pada uptrend channel dengan basissupport harga di level 3.700.
Strategi Jangka Pendek
Yang harus dicermati dan menjadi fokus adalah konfirmasi kongkret dari AS dan Eropa di sisa 3Q11 ini. Dalam mengantisipasi munculnya shock therapy terhadap IHSG seiring dengan kondisi jenuh beli yang telah dicapai serta saat posisi r square dan p valueantara IHSG dan beberapa bursa global menunjukkan korelasi yang tinggi, maka strategi jangka pendek yang layak untuk dilakukan adalah mengurangi bobot portofolio dengan merealisasi keuntungan yang telah diperoleh.
Selanjutnya, kembali melihat peluang atas saham-saham dengan koefisien beta tinggi sehingga pemanfaatan momentum pada saat IHSG bergerak fluktuatif dapat mengeliminasi risiko kerugian yang mungkin terjadi. Selain itu, mengantisipasi probabilitas terjadinya tekanan jual yang akan menyeret IHSG menguji target support di level 3.590 bila IHSG gagal bertahan pada support harga psikologis di level 3.700 hingga pengujung 3Q11 ini.
Berdasarkan asumsi yang tercermin pada leading indicator yang ada, indikasi sinyal positif pada area neutral stochastic memberikan peluang bagi IHSG untuk mencoba bergerak dalam rentang harga 3.590 hingga 4.100.
Dalam mengantisipasi terbitnya laporan keuangan 3Q11, ada baiknya mencermati emiten yang tergabung dalam sektor konsumer: semen dan perbankan. Berdasarkan data historis, kedua sektor tersebut cenderung membukukan pertumbuhan yang lebih baik sekaligus diuntungkan oleh momentum percepatan laju ekonomi Indonesia yang cenderung lebih baik pada semester kedua.
BMRI dan BBRI merupakan beberapa pilihan saham dari sektor perbankan yang berpotensi memberikan kontribusi positif bagi pergerakan IHSG untuk dapat melaju serta bertahan pada zona hijau perdagangan. BMRI masih memiliki potensi penguatan antara 19%-22%, sementara BBRI diperkirakan masih berpeluang memberikan keuntungan 12%-17%.
Yang menarik pada sektor semen adalah pertumbuhan secara year on year (yoy) ditargetkan dapat mencapai 10% dibandingkan dengan 2010 pada periode yang sama yang hanya tumbuh 6%. INTP dan SMGR merupakan saham pilihan yang menguasai 75% pasar domestik dengan potensi penguatan harga hingga rata-rata 6%-12%. (sumber:infobank)

0 comments:

Posting Komentar

"Silahkan berkomentar kawan,,, karena komentar anda sangat berarti pada blog ini, semoga bermanfaat, terima kasih ~,~"

  • Template
  • By
  • My FacebookHerytab
  • xxx